Masjid
[28/10 05.23] Syifaul Qolby: Assalamualaikum. Ustadz pengasuh rubrik bahtsul matsail NU. Saya mau tanya tentang kategori masjid secara umum, bukan masjid jami'. Ada yang berpendapat bahwa masjid yang bisa sah untuk i'tikaf bisa dibangun dimanapun tempat bahkan dengan bentuk dan bahan apapun seperti papan atau sajadah bisa diniatkan menjadi masjid, mohon paparkan dalil -dalil nya. Matur suwun.<> (Abu Sholech, Banyubiru Semaran)
___
Wa’alaikumsalam wa rahmatullah wa barakatuh.
Saudara Abu Sholech yang selalu disayangi Allah. Pada kesempatan terdahulu kita telah membahas keutamaan membangun tempat-tempat ibadah dan lebih spesifik lagi adalah membangun masjid dalam arti luas yakni tempat yang sah digunakan sebagai I’tikaf.
Pendefinisian dalam arti luas sebagaimana telah kami jelaskan ini mengacu kepada pendapat para fuqaha yang mengatakan bahwa i’tikaf tidak dapat dilaksanakan dan dianggap sah kecuali dilakukan di masjid. Untuk referensi mengenai hal ini bisa dilihat dalam kitab-kitab fiqih seperti Nihayat az-Zain, al-Bajuri dan sebagianya.
Dalam al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah terdapat penjelasan bahwa secara bahasa (lughawi) masjid memiliki arti tempat untuk shalat dan sujud, sedangkan menurut istilah pengertian masjid cukup beragam diantaranya adalah tempat yang dibangun untuk shalat dan beribadah kepada Allah swt. Disamping itu ada yang mengartikan bahwa masjid adalah setiap tempat yang memungkinkan seseorang untuk bersujud dan beribadah kepada Allah.
Pengartian ini bedasarkan pada sebuah hadis:
جُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
Artinya: setiap bumi dijadikan untukku (Rasulullah) sebagai tempat sujud (masjid) dan suci. Pengartian dan pemaknaan masjid yang cukup luas diatas kemudian dipersempit oleh ‘urf (kebiasaan masyarakat) dengan sebuah definisi:
وَخَصَّصَهُ الْعُرْفُ بِالْمَكَانِ الْمُهَيَّأِ لِلصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، لِيَخْرُجَ الْمُصَلَّى الْمُجْتَمَعِ فِيهِ لِلأَعْيَادِ وَنَحْوِهَا، فَلاَ يُعْطَى حُكْمَهُ، وَكَذَلِكَ الرُّبُطُ وَالْمَدَارِسُ فَإِنَّهَا هُيِّئَتْ لِغَيْرِ ذَلِكَ
Artinya; ‘Urf (kebiasaan masyarakat) membuat arti masjid secara spesifik sebagai tempat yang dipersiapkan dan disediakan untuk pelaksanaan shalat lima waktu, hal ini agar menganulir definisi mushalla yang sering dipakai saat hari raya dan momentum lainnya.
Dengan demikian, hukum mushalla tidak dapat disamakan dengan masjid. Demikian halnya ribath serta madrasah-madrasah yang dialokasikan untuk kegiatan selain shalat.
Saudara yang mudah-mudahan selalu diberi limpahan ridha Allah. Guna lebih memudahkan pemahaman kita mengenai masalah ini ada baiknya kami menukil inti sari mengenai kriteria masjid sebagaimana terdapat dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin yang menjelaskan bahwa masjid adalah tanah, bangunan, atau tempat yang diproyeksikan untuk masjid baik menggunakan kalimat yang jelas atau niat dari si pemilik tanah atau penyumbang dana. Apabila tidak diketahui secara jelas mengenai status bangunannya namun pada umumnya orang menganggap itu masjid, maka tempat itu juga dapat dikategorikan masjid.
Mudah-mudahan dengan jawaban ini, Allah membukakan hati kita agar selalu tergerak untuk memakmurkan rumah-rumah-Nya. Amin.
Wallahul hadi ilas shiratil mustaqim.
[28/10 05.26] Syifaul Qolby: facebook.com
PERBEDAAN ANTARA MASJID DAN MUSHOLLA كل بقعة من الأرض تصح الصلاة فيها تعد مسجداً؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: (وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا) رواه البخاري. لكن المسجد الذي تترتب عليه أحكام فقهية هو المكان الموقوف للصلاة، أي الذي وُقف وحُبس ليكون مخصصاً للصلاة. Dalil umum masjid adalah: Pokok setiap tempat yg shah dipergunakan untuk sholat, maka disebut sebagai masjid, karena masjid arti bahasanya adalah tempat sujud (sholat). Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: Dan telah dijadikan bumi ini sebagai tempat bersujud (masjid) dan suci. (HR. Bukhary). Akan tetapi, dalam bidang ilmu fiqih, masjid mendapat pengertian khusus yaitu sebuah tempat yg DIWAKAFKAN dan DIKHUSUSKAN untuk sholat. وأما المصلى فهو موضع الصلاة والدعاء، ولا يشترط فيه أن يكون موقوفاً، بل يصح أن يكون موقوفاً وغيره، فالمصلى إذن يشمل المسجد وغير المسجد، فكل مسجد مصلى وليس كل مصلى مسجداً. Adapun musholla merupakan tempat sholat dan berdoa saja, serta tidak ada ketentuan bahwa tempat tersebut harus DIWAKAFKAN, meskipun boleh juga bila niat DIWAKAFKAN. Dengan demikian MUSHOLLA memiliki pengertian lebih umum dibanding masjid. Setiap masjid adalah musholla akan tetapi setiap musholla belum tentu masjid. ويفارق المسجد المصلى في بعض الأحكام منها: Perbedaan antara masjid dan musholla dalam beberapa hal segi hukumnya adalah sebagai berikut: أولاً: المسجد Pertama. Masjid sebagaimana yg telah disinggung di atas adalah: Suatu tempat yg diWAKAFkan untuk sholat. Dengan demikian, maka tidak shah melakukan aqad jual beli dan sejenisnya ditempat tersebut. قال الإمام النووي: "الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه" "منهاج الطالبين (170) Menurut Imam Nawawy: "Pendapat terkuat adalah sesungguhnya kepemilikan barang yg diwakafkan adalah dialihkuasakan kepada Allah SWT, artinya harus dijauhkan dari kepentingan2 tertentu yg shifatnya haqqul adamy. Dengan demikian, tidak ada lagi ikatan (kepemilikan) antara si pewaqif dan barang yg diwakafkan lagi. (Minhajuth Thalibin: 170) أما المصلى فيصح كونه مملوكاً لشخص معين، ويصح بيعه أو تحويله إلى مكان آخر، ويصح كونه مستأجراً. Adapun musholla, maka hukumnya shah bila kondisinya adalah dinisbahkan kepemilikannya terhadap orang tertentu, dan shah (boleh) juga si pemilik menjualnya atau menukargulingkannya ke tempat lain, bahkan sah/boleh juga bila tempat tersebut diambil jasa/upah. ثانياً: يحرم على الحائض والجنب اللبث في المسجد، بينما يصح لهما المكث في المصلى. قال الإمام النووي: "ويحرم بها - أي بالجنابة - ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره" "منهاج الطالبين" (1 Kedua: Haram bagi perempuan haidl atau junub berdiam di dalam masjid, sebaliknya mereka berdua boleh diam di dalam musholla. Menurut Imam Nawawy: Haram bagi perempuan junub sesuatu yg diharamkan bagi penyandang hadats, berdiam di masjid, namun tidak bila sekedar lewat. (Minhajuth Thalibin, Juz 1, hal. 12) ثالثاً: الاعتكاف أو تحية المسجد لا يصحان إلا في المسجد. قال الخطيب الشربيني: "ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف" "مغني المحتاج" (5 Ketiga, I'tikaf dan tahiyatul masjid tidak shah keduanya selain di masjid. Syeikh Khotib Asy Syarbiny berkata: Sebagian dari ibadah tidak membutuhkan ta'alluqnya dengan masjid kecuali 3 hal, yaitu: tahiyatul masjid, i'tikaf dan thawaf. (Mughny Al Muhtaj: 5/329) رابعاً: يحرم اعتلاء المسجد ببناء أو طوابق. جاء في "حاشية ابن عابدين": "لو تمت المسجدية ثم أراد البناء - أي بناء بيت للإمام فوق المسجد - مُنع" (3 Keempat: Haram membangun diatasnya masjid suatu bangunan atau loteng2. Maksudnya, sebagaimana dalam Kitab Hasyiyah Ibn Abidin: "Selagi sifat kemasjidan itu telah sempurna, kemudian dikehendaki dibangun di atasnya suatu bangunan - misalnya rumah untuk Imam Masjid dibagian atasnya وتصح صلاة الجمعة في المصلى، والأفضل كونها في المسجد. قال الشيخ الجمل عن صلاة الجمعة: "لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط" "حاشية الجمل على شرح المنهج" (2 Shah mendirikan sholat jum'ah di musholla. Akan tetapi yg paling afdlal adalah di Masjid. Menurut Syeikh Jamal tentang Sholat Jum'at: "Mendirikan sholat jum'at di masjid adalah bukan suatu yg disyaratkan. (Hasyiyatul Jamal 'ala Syarh Al minhaj: 2/238)
5-6 menit
PERBEDAAN ANTARA MASJID DAN MUSHOLLA
كل بقعة من الأرض تصح الصلاة فيها تعد مسجداً؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: (وَجُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا) رواه البخاري. لكن المسجد الذي تترتب عليه أحكام فقهية هو المكان الموقوف للصلاة، أي الذي وُقف وحُبس ليكون مخصصاً للصلاة.
Dalil umum masjid adalah: Pokok setiap tempat yg shah dipergunakan untuk sholat, maka disebut sebagai masjid, karena masjid arti bahasanya adalah tempat sujud (sholat). Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: Dan telah dijadikan bumi ini sebagai tempat bersujud (masjid) dan suci. (HR. Bukhary). Akan tetapi, dalam bidang ilmu fiqih, masjid mendapat pengertian khusus yaitu sebuah tempat yg DIWAKAFKAN dan DIKHUSUSKAN untuk sholat.
وأما المصلى فهو موضع الصلاة والدعاء، ولا يشترط فيه أن يكون موقوفاً، بل يصح أن يكون موقوفاً وغيره، فالمصلى إذن يشمل المسجد وغير المسجد، فكل مسجد مصلى وليس كل مصلى مسجداً.
Adapun musholla merupakan tempat sholat dan berdoa saja, serta tidak ada ketentuan bahwa tempat tersebut harus DIWAKAFKAN, meskipun boleh juga bila niat DIWAKAFKAN. Dengan demikian MUSHOLLA memiliki pengertian lebih umum dibanding masjid. Setiap masjid adalah musholla akan tetapi setiap musholla belum tentu masjid.
ويفارق المسجد المصلى في بعض الأحكام منها:
Perbedaan antara masjid dan musholla dalam beberapa hal segi hukumnya adalah sebagai berikut:
أولاً: المسجد - كما ذكرنا -: المكان الموقوف للصلاة؛ فلا يصح التصرف فيه ببيع ونحوه.
Pertama. Masjid sebagaimana yg telah disinggung di atas adalah: Suatu tempat yg diWAKAFkan untuk sholat. Dengan demikian, maka tidak shah melakukan aqad jual beli dan sejenisnya ditempat tersebut.
قال الإمام النووي: "الأظهر أن الملك في رقبة الموقوف ينتقل إلى الله تعالى، أي ينفك عن اختصاص لآدمي فلا يكون للواقف ولا للموقوف عليه" "منهاج الطالبين (170)
Menurut Imam Nawawy: "Pendapat terkuat adalah sesungguhnya kepemilikan barang yg diwakafkan adalah dialihkuasakan kepada Allah SWT, artinya harus dijauhkan dari kepentingan2 tertentu yg shifatnya haqqul adamy. Dengan demikian, tidak ada lagi ikatan (kepemilikan) antara si pewaqif dan barang yg diwakafkan lagi. (Minhajuth Thalibin: 170)
أما المصلى فيصح كونه مملوكاً لشخص معين، ويصح بيعه أو تحويله إلى مكان آخر، ويصح كونه مستأجراً.
Adapun musholla, maka hukumnya shah bila kondisinya adalah dinisbahkan kepemilikannya terhadap orang tertentu, dan shah (boleh) juga si pemilik menjualnya atau menukargulingkannya ke tempat lain, bahkan sah/boleh juga bila tempat tersebut diambil jasa/upah.
ثانياً: يحرم على الحائض والجنب اللبث في المسجد، بينما يصح لهما المكث في المصلى. قال الإمام النووي: "ويحرم بها - أي بالجنابة - ما حرم بالحدث، والمكث بالمسجد لا عبوره" "منهاج الطالبين" (1/ 12 ).
Kedua: Haram bagi perempuan haidl atau junub berdiam di dalam masjid, sebaliknya mereka berdua boleh diam di dalam musholla. Menurut Imam Nawawy: Haram bagi perempuan junub sesuatu yg diharamkan bagi penyandang hadats, berdiam di masjid, namun tidak bila sekedar lewat. (Minhajuth Thalibin, Juz 1, hal. 12)
ثالثاً: الاعتكاف أو تحية المسجد لا يصحان إلا في المسجد. قال الخطيب الشربيني: "ولا يفتقر شيء من العبادات إلى مسجد إلا التحية والاعتكاف والطواف" "مغني المحتاج" (5/ 329).
Ketiga, I'tikaf dan tahiyatul masjid tidak shah keduanya selain di masjid. Syeikh Khotib Asy Syarbiny berkata: Sebagian dari ibadah tidak membutuhkan ta'alluqnya dengan masjid kecuali 3 hal, yaitu: tahiyatul masjid, i'tikaf dan thawaf. (Mughny Al Muhtaj: 5/329)
رابعاً: يحرم اعتلاء المسجد ببناء أو طوابق. جاء في "حاشية ابن عابدين": "لو تمت المسجدية ثم أراد البناء - أي بناء بيت للإمام فوق المسجد - مُنع" (3/ 371)، أما المصلى فيصح ذلك لأنه ليس بموقوف، مع مراعاة المحافظة على نظافة المصلى وتنزيهه عن النجاسة.
Keempat: Haram membangun diatasnya masjid suatu bangunan atau loteng2. Maksudnya, sebagaimana dalam Kitab Hasyiyah Ibn Abidin: "Selagi sifat kemasjidan itu telah sempurna, kemudian dikehendaki dibangun di atasnya suatu bangunan - misalnya rumah untuk Imam Masjid dibagian atasnya - maka hal semacam ini adalah dicegah (Juz 3 hal. 371). Berbeda dengan Musholla, maka shah hal sedemikian itu, karena ia bukan termasuk tempat yg diwakafkan, dengan catatan: selagi bisa menjaga atas kebersihan dan kesucian musholla dari najis.
وتصح صلاة الجمعة في المصلى، والأفضل كونها في المسجد. قال الشيخ الجمل عن صلاة الجمعة: "لأن إقامتها في المسجد ليست بشرط" "حاشية الجمل على شرح المنهج" (2/ 238).
Shah mendirikan sholat jum'ah di musholla. Akan tetapi yg paling afdlal adalah di Masjid. Menurut Syeikh Jamal tentang Sholat Jum'at: "Mendirikan sholat jum'at di masjid adalah bukan suatu yg disyaratkan. (Hasyiyatul Jamal 'ala Syarh Al minhaj: 2/238)
Komentar
Posting Komentar